Geologi Pegunungan Kendeng
Geologi Pegunungan Kendeng
Fisiografinya
Gambar Sketsa Fisografi Pulau Jawa Bagian Timur (de Genevraye and Samuel, 1972) |
Zona Kendeng juga sering disebut Pegunungan
Kendeng dan adapula yang menyebutnya dengan Kendeng Deep, adalah antiklinorium
berarah barat-timur. Pada bagian utara berbatsan dengan Depresi Randublatung,
sedangkan bagian selatan bagian jajaran gunung api (Zona Solo). Zona Kendeng
merupakan kelanjutan dari Zona Pegunungan Serayu Utara yang berkembang di Jawa
Tengah. Mandala Kendeng terbentang mulai dari Salatiga ke timur sampai ke
Mojokerto dan menunjam di bawah alluvial Sungai Brantas, kelanjutan pegunungan
ini masih dapat diikuti hingga di bawah Selat Madura.
Menurut Van Bemmelen (1949), Pegunungan
Kendeng dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian barat yang terletak di antara
G.Ungaran dan Solo (utara Ngawi), bagian tengah yang membentang hingga Jombang
dan bagian timur mulai dari timur Jombang hingga Delta Sungai Brantas dan
menerus ke Teluk Madura. Daerah penelitian termasuk dalam Zona Kendeng bagian
barat.
Stratigrafi
Menurut Harsono P. (1983) Stratigrafi daerah kendeng
terbagi menjadi dua cekungan pengendapan, yaitu Cekungan Rembang (Rembang Bed)
yang membentuk Pegunungan Kapur Utara, dan Cekungan Kendeng (Kendeng Bed) yang
membentuk Pegunungan Kendeng. Formasi yang ada di Kendeng adalah sebagi
berikut:
1. Formasi Kerek Formasi ini mempunyai ciri khas berupa perselingan
antara lempung, napal lempungan, napal, batupasir tufaan gampingan dan
batupasir tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu
perlapisan bersusun (graded bedding) yang mencirikan gejala flysch. Berdasarkan
fosil foraminifera planktonik dan bentoniknya, formasi ini terbentuk pada
Miosen Awal – Miosen Akhir ( N10 – N18 ) pada lingkungan shelf. Ketebalan
formasi ini bervariasi antara 1000 – 3000 meter. Di daerah Lokasi Tipe, formasi
ini terbagi menjadi 3 anggota (de Genevreye & Samuel, 1972), dari tua ke
muda masing-masing :
A. Anggota Banyuurip Tersusun oleh perselingan antara
napal lempungan, napal, lempung dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir
tufaan dengan total ketebalan 270 meter. Pada bagian tengah perselingan ini dijumpai
batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atas ditandai
oleh adanya perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tipis
dari tuf halus. Anggota ini berumur N10 – N15 (Miosen Tengah bagian tengah –
atas).
B. Anggota Sentul Tersusun oleh perulangan yang hampir sama dengan
Anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang bertufa menjadi lebih tebal. Ketebalan
seluruh anggota ini mencapai 500 meter. Anggota Sentul diperkirakan berumur N16
(Miosen Tengah bagian bawah).
C. Batugamping Kerek Anggota teratas dari Formasi
Kerek ini tersusun oleh perselang-selingan antara batugamping tufan dengan
perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan dari anggota ini adalah 150 meter. Umur
dari Batugamping Kerek ini adalah N17 (Miosen Atas bagian tengah).
2. Formasi Kalibeng Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Kerek.
Formasi ini terbagi menjadi dua anggota yaitu Formasi Kalibeng Bawah dan
Formasi Kalibeng Atas. Bagian bawah dari Formasi Kalibeng tersusun oleh napal
tak berlapis setebal 600 meter berwarna putih kekuningan sampai abu-abu
kebiruan, kaya akan foraminifera planktonik. Asosiasi fauna yang ada
menunjukkan bahwa Formasi Kalibeng bagian bawah ini terbentuk pada N17 – N21
(Miosen Akhir – Pliosen). Pada bagian barat formasi ini oleh de Genevraye &
Samuel, 1972 dibagi menjadi Anggota Banyak, Anggota Cipluk, Anggota Kalibiuk,
Anggota Batugamping, dan Anggota Damar. Di bagian bawah formasi ini terdapat
beberapa perlapisan batupasir, yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang
menjadi suatu endapan aliran rombakan debris flow, yang disebut Formasi Banyak
(Harsono, 1983, dalam Suryono, dkk., 2002). Sedangkan ke arah Jawa Timur bagian
atas formasi ini berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan
struktur turbidit. Fasies tersebut disebut sebagai Formasi Atasangin, sedangkan
bagian atas Formasi Kalibeng ini disebut sebagai Formasi Sonde yang tersusun
mula – mula oleh Anggota Klitik, yaitu kalkarenit putih kekuningan, lunak,
mengandung foraminifera planktonik maupun foraminifera besar, moluska, koral,
alga, bersifat napalan atau pasiran dan berlapis baik. Bagian atas bersifat
breksian dengan fragmen gamping berukuran kerikil sampai karbonat, kemudian
disusul endapan bapal pasiran, semakin ke atas napalnya bersifat lempungan,
bagian teratas ditempati napal lempung berwarna hijau kebiruan.
3. Formasi Pucangan Di bagian barat dan tengah Zona Kendeng formasi ini
terletak tidak selaras di atas Formasi Sonde. Formasi ini penyebarannya luas.
Di Kendeng Barat batuan ini mempunyai penyebaran dan tersingkap luas antara
Trinil dan Ngawi. Ketebalan berkisar antara 61 – 480 m, berumur Pliosen Akhir
(N21) hingga Plistosen (N22). Di Mandala Kendeng Barat yaitu di daerah
Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies
lempung hitam.
4. Formasi Kabuh Formasi Kabuh terletak selaras di atas Formasi
Pucangan. Formasi ini terdiri dari batupasir dengan material non vulkanik
antara lain kuarsa, berstruktur silangsiur dengan sisipan konglomerat dan tuff,
mengandung fosil Moluska air tawar dan fosil – fosil vertebrata berumur
Plistosen Tengah, merupakan endapan sungai teranyam yang dicirikan oleh
intensifnya struktur silangsiur tipe palung, banyak mengandung fragmen
berukuran kerikil. Di bagian bawah yang berbatasan dengan Formasi Pucangan
dijumpai grenzbank. Menurut Van Bemmelen (1972) di bagian barat Zona Kendeng
(daerah Sangiran), formasi ini diawali lapisan konglomerat gampingan dengan
fragmen andesit, batugamping konkresi, batugamping Globigerina, kuarsa, augit,
hornblende, feldspar dan fosil Globigerina. Kemudian dilanjutkan dengan
pembentukan batupasir tuffaan berstruktur silangsiur dan berlapis mengandung
fragmen berukuran kecil yang berwarna putih sampai cokelat kekuningan.
5. Formasi Notopuro Terletak tidak selaras di atas Formasi Kabuh.
Litologi penyusunnya terdiri dari breksi lahar berseling dengan batupasir
tufaan dan konglomerat vulkanik. Makin ke atas, sisipan batupasir tufaan makin
banyak. Juga terdapat sisipan atau lensa – lensa breksi vulkanik dengan fragmen
kerakal, terdiri dari andesit dan batuapung, yuang merupakan ciri khas Formasi
Notopuro. Formasi ini pada umumnya merupakan endapan lahar yang terbentuk pada
lingkungan darat, berumur Plistosen Akhir dengan ketebalan mencapai lebih dari
240 meter.
6. Formasi Undak Bengawan Solo Endapan ini terdiri dari
konglomerat polimik dengan fragmen batugamping, napal dan andesit di samping
batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata, di daerah Brangkal dan
Sangiran, endapan undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir
andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi pad Formasi
Kabuh maupun Notopuro.
Gambar Stratigrafi Kendeng (Harsono, 1983) |
Struktur
Geologi
Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir
Pliosen (Plio – Plistosen), deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen
pada konsep tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi berarah
relatif utara – selatan dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase
terakhirnya berubah menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blok – blok
dasar cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah
bagian barat Zona Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar
naik dimana banyak zona sesar naik juga merupakan kontak antara formasi atau
anggota formasi.
Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga
fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan
terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan
menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat
dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat
telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan
telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan
sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa
pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan
terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan.
Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang
berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di
Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas
yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona
Kendeng yaitu Endapan Undak.
Gambar Pola Struktur Jawa (Sribudiyani dkk., 2003) |
Secara umum struktur – struktur yang ada di Zona
Kendeng berupa :
1. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar
berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned.
Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada
yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng
berarah barat – timur.
2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan
yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar
formasi atau anggota formasi.
3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng
biasanya berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut.
4. Struktur
Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah
Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa
struktur kubah pada daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada
Kala Plistosen.
Analisa Struktur Geologi Jawa Menggunakan Strain Ellipsoid Kinematics
Geologi Regional Zona Kendeng
Senin, 9 Desember 2013
Geomorfologi Regional
Berdasarkan morfologi tektonik
(litologi dan pola struktur), maka wilayah Jawa bagian timur (meliputi Provinsi
Jawa Tengah dan Jawa Timur) dapat dibagi mejadi beberapa zona fisografis (van
Bemmelen, 1949) yakni : Zona Pegunungan Selatan, Zona Solo atau Depresi Solo,
Zona Kendeng, Depresi Randublatung, dan Zona Rembang.
Zona Kendeng meliputi deretan pegunungan dengan arah memanjang barat-timur yang terletak langsung di sebelah utara sub zona Ngawi. Pegunungan ini tersusun oleh batuan sedimen laut dalam yang telah mengalami deformasi secara intensif membentuk suatu antiklinorium. Pegunungan ini mempunyai panjang 250 km dan lebar maksimum 40 km (de Genevraye & Samuel, 1972) membentang dari gunungapi Ungaran di bagian barat ke timur melalui Ngawi hingga daerah Mojokerto. Di bawah permukaan, kelanjutan zona ini masih dapat diikuti hingga di bawah selatan Madura.
Zona Kendeng meliputi deretan pegunungan dengan arah memanjang barat-timur yang terletak langsung di sebelah utara sub zona Ngawi. Pegunungan ini tersusun oleh batuan sedimen laut dalam yang telah mengalami deformasi secara intensif membentuk suatu antiklinorium. Pegunungan ini mempunyai panjang 250 km dan lebar maksimum 40 km (de Genevraye & Samuel, 1972) membentang dari gunungapi Ungaran di bagian barat ke timur melalui Ngawi hingga daerah Mojokerto. Di bawah permukaan, kelanjutan zona ini masih dapat diikuti hingga di bawah selatan Madura.
Ciri morfologi Zona Kendeng
berupa jajaran perbukitan rendah dengan morfologi bergelombang, dengan
ketinggian berkisar antara 50 hingga 200 meter. Jajaran yang berarah
barat-timur ini mencerminkan adanya perlipatan dan sesar naik yang berarah
barat-timur pula. Intensitas perlipatan dan anjakan yang mengikutinya mempunyai
intensitas yang sangat besar di bagian barat dan berangsur melemah di bagian
timur. Akibat adanya anjakan tersebut, batas dari satuan batuan yang
bersebelahan sering merupakan batas sesar. Lipatan dan anjakan yang disebabkan
oleh gaya kompresi juga berakibat terbentuknya rekahan, sesar dan zona lemah
yang lain pada arah tenggara-barat laut, barat daya-timur laut dan
utara-selatan.
Proses eksogenik yang berupa
pelapukan dan erosi pada daerah ini berjalan sangat intensif, selain karena
iklim tropis juga karena sebagian besar litologi penyusun Mandala Kendeng
adalah batulempung-napal-batupasir yang mempunyai kompaksitas rendah, misalnya
pada formasi Pelang, Formasi Kerek dan Napal Kalibeng yang total ketebalan
ketiganya mencapai lebih dari 2000 meter.
Karena proses tektonik yang
terus berjalan mulai dari zaman Tersier hingga sekarang, banyak dijumpai adanya
teras-teras sungai yang menunjukkan adanya perubahan base of sedimentation
berupa pengangkatan pada Mandala Kendeng tersebut. Sungai utama yang mengalir
di atas Mandala Kendeng tersebut adalah Bengawan Solo yang mengalir mulai dari
utara Sragen ke timur hingga Ngawi, ke utara menuju Cepu dan membelok ke arah
timur hingga bermuara di Ujung Pangkah, utara Gresik. Sungai lain adalah Sungai
Lusi yang mengalir ke arah barat, dimulai dari Blora, Purwodadi dan terus ke
barat hingga bermuara di pantai barat Demak-Jepara.
Stratigrafi Regional
Stratigrafi penyusun Zona
Kendeng merupakan endapan laut dalam di bagian bawah yang semakin ke atas
berubah menjadi endapan laut dangkal dan akhirnya menjadi endapan non laut.
Endapan di Zona Kendeng merupakan endapan turbidit klastik, karbonat dan
vulkaniklastik. Stratigrafi Zona Kendeng terdiri atas 7 formasi batuan, urut
dari tua ke muda sebagai berikut (Harsono, 1983 dalam Rahardjo 2004) :
1. Formasi Pelang
Formasi ini dianggap sebagai
formasi tertua yang tersingkap di Mandala Kendeng. Formasi ini tersingkap di
Desa Pelang, Selatan Juwangi. Tidak jelas keberadaan bagian atas maupun bawah
dari formasi ini karena singkapannya pada daerah upthrust ,berbatasan langsung
dengan formasi Kerek yang lebih muda. Dari bagian yang tersingkap tebal
terukurnya berkisar antara 85 meter hingga 125 meter (de Genevraye &
Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004). Litologi utama penyusunnya adalah napal,
napal lempungan dengan lensa kalkarenit bioklastik yang banyak mengandung fosil
foraminifera besar.
2. Formasi Kerek
Formasi Kerek memiliki
kekhasan dalam litologinya berupa perulangan perselang-selingan antara lempung,
napal, batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan. Perulangan ini menunjukkan
struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan bersusun (graded bedding). Lokasinya
berada di Desa Kerek, tepi sungai Bengawan Solo, ± 8 km ke utara Ngawi. Di
daerah sekitar lokasi tipe formasi ini terbagi menjadi tiga anggota (de
Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004), dari tua ke muda
masing-masing :
a. Anggota Banyuurip
Anggota Banyuurip tersusun
oleh perselingan antara napal lempungan, lempung dengan batupasir tuf gampingan
dan batupasir tufaan dengan total ketebalan 270 meter. Di bagian tengahnya
dijumpai sisipan batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan
bagian atasnya ditandai dengan adanya perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5
meter dengan sisipan tuf halus. Anggota ini berumur N10 – N15 (Miosen tengah
bagian tengah atas).
b. Anggota Sentul
Anggota Sentul tersusun atas
perulangan yang hampir sama dengan anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang
bertuf menjadi lebih tebal. Ketebalan anggota Sentul mencapai 500 meter.
Anggota Sentul berumur N16 (Miosen atas bagian bawah).
c. Anggota Batugamping Kerek
Merupakan anggota teratas dari
formasi Kerek, tersusun oleh perselingan antara batugamping tufaan dengan
perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan anggota ini mencapai 150 meter. Umur
batugamping kerek ini adalah N17 (Miosen atas bagian tengah).
3. Formasi Kalibeng
Formasi ini terbagi menjadi
dua bagian yaitu bagian bawah dan bagian atas. Bagian bawah formasi Kalibeng
tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600 meter, berwarna putih
kekuning-kuningan sampai abu-abu kebiru-biruan, kaya akan kanndungan
foraminifera plangtonik.
a. Formasi Kalibeng bagian bawah
Formasi Kalibeng bagian bawah
ini terdapat beberapa perlapisan tipis batupasir yang ke arah Kendeng bagian
barat berkembang menjadi suatu endapan aliran rombakan, yang disebut sebagai
Formasi Banyak (Harsono, 1983 dalam Rahardjo, 2004) atau anggota Banyak dari formasi
Kalibeng (Nahrowi dan Suratman, 1990 dalam Rahardjo, 2004), ke arah Jawa Timur,
yaitu di sekitar Gunung Pandan, Gunung Antasangin dan Gunung Soko, bagian atas
formasi ini berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur
turbidit. Fasies tersebut disebut sebagai anggota Antasangin (Harsono, 1983
dalam Rahardjo, 2004).
b. Formasi Kaliben bagian atas
Bagian atas dari formasi ini
oleh Harsono (1983) disebut sebagai Formasi Sonde, yang tersusun mula-mula oleh
anggota Klitik yaitu kalkarenit putih kekuning-kuningan, lunak, mengandung
foraminifera plangtonik maupun besar, moluska, koral, algae dan bersifat
napalan atau pasiran dengan berlapis baik. Bagian paling atas tersusun atas
breksi dengan fragmen gamping berukuran kerikil dan semen karbonat. Kemudian
disusul endapan napal pasiran, semakin keatas napalnya bersifat semakin
bersifat lempungan. Bagian teratas ditempati oleh lempung berwarna hijau
kebiru-biruan. Formasi Sonde ini ditemukan sepanjang sayap lipatan bagian
selatan antiklinorium Kendeng dengan ketebalan berkisar 27 – 589 meter dan
berumur Pliosen (N19 – N21).
4. Formasi Pucangan
Formasi Pucangan ini mempunyai
penyebaran yang cukup luas. Di Kendeng bagian barat satuan ini tersingkap luas
antara Trinil dan Ngawi. Di Mandala Kendeng yaitu daerah Sangiran, Formasi
Pucangan berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung hitam. Fasies
vulkaniknya berkembang sebagai endapan lahar yang menumpang diatas formasi
Kalibeng. Fasies lempung hitamnya berkembang dari fasies laut, air payau hingga
air tawar. Di bagian bawah dari lempung hitam ini sering dijumpai adanya fosil
diatomae dengan sisipan lapisan tipis yang mengandung foraminifera bentonik
penciri laut dangkal. Semakin ke atas akan menunjukkan kondisi pengendapan air
tawar yang dicirikan dengan adanya fosil moluska penciri air tawar.
5. Formasi Kabuh
Formasi ini mempunyai lokasi
tipe di desa Kabuh, Kec. Kabuh, Jombang. Formasi ini tersusun oleh batupasir
dengan material non vulkanik antara lain kuarsa, berstruktur silang siur dengan
sisipan konglomerat, mengandung moluska air tawar dan fosil-fosil vertebrata.
Formasi ini mempunyai penyebaran geografis yang luas. Di daerah Kendeng barat
formasi ini tersingkap di kubah Sangiran sebagai batupasir silang siur dengan
sisipan konglomerat dan tuf setebal 100 meter. Batuan ini diendapkan fluvial
dimana terdapat struktur silang siur, maupun merupakan endapan danau karena
terdpaat moluska air tawar seperti yang dijumpai di Trinil.
6. Formasi Notopuro
Formasi ini mempunyai lokasi
tipe di desa Notopuro, Timur Laut Saradan, Madiun yang saat ini telah dijadikan
waduk. Formasi ini terdiri atas batuan tuf berselingan dengan batupasir tufaan,
breksi lahar dan konglomerat vulkanik. Makin keatas sisipan batupasir tufaan
semakin banyak. Sisipan atau lensa-lensa breksi volkanik dengan fragmen kerakal
terdiri dari andesit dan batuapung juga ditemukan yang merupakan cirri formasi
Notopuro. Formasi ini terendapkan secara selaras diatas formasi Kabuh, tersebar
sepanjang Pegunungan Kendeng dengan ketebalan lebih dari 240 meter. Umur dari
formasi ini adalah Plistosen akhir dan merupakan endapan lahar di daratan.
7. Endapan undak Bengawan Solo
Endapan ini terdiri dari
konglomerat polimik dengan fragmen napal dan andesit disamping endapan
batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata. di daerah Brangkal dan
Sangiran, endapan undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir
andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi pada Formasi
Kabuh maupun Notopuro.
Struktur Geologi Regional
Deformasi pertama pada Zona
Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio – Plistosen), deformasi merupakan
manifestasi dari zona konvergen pada konsep tektonik lempeng yang diakibatkan
oleh gaya kompresi berarah relatif utara – selatan dengan tipe formasi berupa
ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi deformasi brittle berupa
pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya kompresi
semakin besar ke arah bagian barat Zona Kendeng yang menyebabkan banyak
dijumpai lipatan dan sesar naik dimana banyak zona sesar naik juga merupakan
kontak antara formasi atau anggota formasi.
Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan.
Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif utara – selatan.
Deformasi kedua terjadi selama
kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur
kubah di Sangiran. Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan
intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda
di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak.
Secara umum struktur –
struktur yang ada di Zona Kendeng berupa :
1. Lipatan Lipatan yang ada
pada daerah Kendeng sebagian besar berupa lipatan asimetri bahkan beberapa ada
yang berupa lipatan overturned. Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang
memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam.
Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat – timur.
2. Sesar Naik Sesar naik ini
biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya
merupakan kontak antar formasi atau anggota formasi.
3. Sesar Geser Sesar geser
pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut- barat daya dan tenggara -barat
laut.
4. Struktur Kubah Struktur
Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan
batuan berumur Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada
daerah ini dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.
sumber terkait :
De Genevraye ,P. , Samuel , Luki . 1972. Geology
of the Kendeng Zone (Central and East Java) . Indonesian Petroleum Association
Harsono, Pringgroprawiro. 1983. Stratigrafi
daerah Mandala Rembang dan sekitarnya . Jakarta
Rahardjo, Wartono. 2004. Buku Panduan Ekskursi
Geologi Regional Pegunungan Selatan dan Zona Kendeng. Jurusan Teknik Geologi.
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
(dengan beberapa perubahan)
(dengan beberapa perubahan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar